TEMPO Interaktif, Washington - Berada dimanakah Anda pada tanggal 23 September 2011? Sebuah satelit berbobot 6,5 ton seukuran bus akan jatuh ke bumi, mengancam penduduk yang tinggal di antara 57 lintang utara dan 57 lintang selatan, termasuk Indonesia.
Upper Atmosphere Research Satellite (UARS) adalah satelit berbahaya tersebut. Diluncurkan oleh lembaga penerbangan dan antariksa Amerika Serikat (NASA) pada September 1991, satelit ini bertugas mempelajari lapisan ozon di lapisan teratas atmosfer bumi. Pada tanggal 15 Desember, UARS resmi dipensiunkan oleh NASA pada ketinggian 575 dan inklinasi 57 derajat.
Setelah pemberhentian operasi tersebut, NASA melakukan manuver penurunan ketinggian orbit. Dalam beberapa bulan, ketinggian UARS menciut hingga 370 kilometer. Orbit rendah ini diharapkan bisa mempercepat penyusutan ketinggian orbit satelit sehingga UARS tergerus perlahan di atmosfer.
Perubahan terbesar terjadi beberapa pekan terakhir. Peningkatan aktivitas matahari menggendutkan ukuran atmosfer menyebabkan proses penurunan orbit terjadi lebih cepat dari perkiraan semula. Pejabat NASA melaporkan satelit tersebut akan jatuh ke bumi dalam sepekan mendatang.
"Perhitungan kami memperkirakan UARS jatuh pada Jumat, 23 September 2011, plus-minus satu hari," ungkap NASA dalam laporan khususnya, Jumat, 16 September 2011 waktu setempat.
Celakanya, NASA belum bisa menghitung posisi persis jatuhnya satelit ini. Mereka hanya memastikan UARS akan terpecah menjadi banyak fragmen dan tersebar pada lintasan lurus sepanjang 800 kilometer. Pola sebaran ini meningkatkan risiko manusia tertimpa satelit menjadi 1 berbanding 3.200.
Sebagian besar satelit akan terbakar di atmosfer, menyisakan 532 kilogram mesin yang sampai di bumi. Dari jumlah ini, pecahan paling berbahaya adalah sebuah kotak seberat 158 kilogram dengan kecepatan 44 meter per detik yang akan menghantam daerah seluar 2 meter persegi. Selain itu juga terdapat beberapa rangka titanium seberat 25-60 kilogram yang ikut terjatuh pada kecepatan tinggi.
Dalam satu pekan mendatang, NASA bersama lembaga antariksa dari berbagai negara berupaya mengurangi risiko tabrakan serpihan sampah antariksa ini dengan manusia. Mereka berupaya memperkecil rasio tabrakan hingga 1 berbanding 10.000.
Indonesia beberapa kali menjadi tempat jatuhnya sampah antariksa beberapa di antaranya adalah bekas motor roket Uni Soviet yang jatuh pada tahun 1981 di Gorontalo dan 1988 di Lampung serta pecahan roket Cina di Bengkulu pada tahun 2003. Sejak tahun 2009, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) membangun prosedur pemantauan benda jatuh antariksa termasuk membuat perangkat lunak pemantau sampah berbahaya dari langit. Lembaga ini berwenang memberikan peringatan bahaya jika ancaman kejatuhan benda antariksa benar-benar nyata.
Para ahli menganjurkan penduduk untuk tidak menyentuh pecahan satelit yang jatuh di darat. Umumnya pecahan ini masih bersuhu panas atau mengandung bahan kimia berbahaya. Melaporkan temuan pecahan benda antariksa kepada petugas keamanan adalah langkah paling direkomendasikan.
http://www.tempointeraktif.com/hg/sa...356785,id.html
sediakan payung sebelum hujan
cari tempat aman sebelum ketimpe satelit.
gunakan helm anti benturan satelit.
yg msh banyak dosa silahkan bertobat.